Tema :
Anakku.. (Ayah)
Semarang, Februari 2008
Hari
ini adalah hari bersejarah bagi keluargaku. Karena anakku, Sita akan
melangsungkan akad nikah dengan mantan pacarnya, Wawan. Sungguh senang luar
biasa karena di usia ku yang lebih dari setengah abad ini, Allah masih memberiku
kesempatan untuk menjadi wali nikah putri semata wayangku.
“Rachmawan Andhika bin Bambang Adiputra
anda saya nikahkan dengan putri saya Alifa Sita binti M. Suryaali dengan mas
kawin uang tunai senilai Satu juta rupiah dan Cincin emas seberat 60gram,
tunai”
“Saya terima nikahnya Alifa Sita binti
M. Suryaali dengan mas kawin yang telah disebutkan diatas, tunai”
“Sah.. sah..sah” kata para saksi dan
hadirin.
Satu momen sakral pernikahan putriku
baru saja usai. Dan kini putri kecilku sudah memiliki imam sendiri. Terbesit
perasaan sedih karena aku akan kehilangan satu-satunya harta yang paling
berharga dalam hidup, anakku, Sita.
Semenjak Ibu Sita meninggal, akulah
yang menjadi ayah sekaligus Ibunya. Untunglah Ibu Sita meninggal ketika Sita
sudah agak besar. Jadi tanpa campur tangan pembantu aku bisa membesarkannya
seorang diri hingga kini, 23 tahun.
Aku sengaja tak mencari Ibu baru
baginya, karena aku tau pasti dia akan sedih sekali karena orang terdekatnya
akan digantikan. Tapi suatu ketika dia berkata padaku, “ Papa, aku kasihan
melihat papa yang terus menerus mengurusku seorang diri. Aku ingin sekarang
papa merasakan ada yang mengurus diri papa.
Aku akan sangat mendukung bila papa ingin mencari mama baru, pengganti
mama.” Aku terharu mendengarnya namun aku segera tersadar ketika dia selesai
mengucapkan kata pengganti mama. Dari pengucapannya terlihat sekali
kalau dia merasa berat akan hal itu. Maka segera saja aku menjawab, “Ananda
lihat sendiri papa sibuk mengurus kerjaan juga mengurus rumah. Maka dari itu,
bantulah papa untuk memikul semua ini. Tak perlu yang susah, cukup menuruti
semua perintah papa. Karena satu keinginan papa yang tak lain dan tak bukan
adalah ingin melihat Ananda hidup bahagia tanpa kekurangan satu apapun.” Semenjak
aku mengatakan hal itu. Ia sama sekali tak menyinggung soal mama baru
lagi. Mungkin dia sudah cukup mengerti dengan penjelasanku saat itu.
Alhamdulillah Allah menganugerahkan
anak yang penurut dan tak macam-macam. Dan betapa bahagianya menjadi orangtua
dari anak yang berprestasi bagus di lingkungan pendidikannya. Sita, gadis
kecilku telah berkali-kali membuatku bangga akan sikap, tingkah, dan
prestasinya. Sekali lagi terima kasih Rabbi. Dan puncaknya ketika Ia dinobatkan
sebagai seorang Dokter Muda Teladan oleh kampusnya. “Papa, aku lulus ujian
skripsi dan tak lama lagi aku akan menjadi dokter seperti almarhumah Mama”
Aku rasa kebahagiaanku sudah cukup
lengkap dengan hadirnya menantu yang juga berprofesi sebagai dokter, Wawan. Aku
merasa lega dan ikhlas sekali.
“Semoga keluarga ananda menjadi
keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah”
***
Aku temukan buku harian papa ketika
usia pernikahanku menginjak 3 tahun. Papa terima kasih untuk pengorbananmu,
tapi Sita minta maaf karena pesan terakhir papa tak bisa Sita laksanakan.
Karena nasib Sita sama dengan papa, ditinggal oleh orang yang kita sayangi
karena sebuah kecelakaan. Semoga almarhum papa dan mas Wawan mendapat tempat
yang indah disisiNYA. Amin