Posted on 00.20

Anakku.. (Ayah)

Tema            : Anakku.. (Ayah)

Semarang, Februari 2008
                   Hari ini adalah hari bersejarah bagi keluargaku. Karena anakku, Sita akan melangsungkan akad nikah dengan mantan pacarnya, Wawan. Sungguh senang luar biasa karena di usia ku yang lebih dari setengah abad ini, Allah masih memberiku kesempatan untuk menjadi wali nikah putri semata wayangku.
“Rachmawan Andhika bin Bambang Adiputra anda saya nikahkan dengan putri saya Alifa Sita binti M. Suryaali dengan mas kawin uang tunai senilai Satu juta rupiah dan Cincin emas seberat 60gram, tunai”
“Saya terima nikahnya Alifa Sita binti M. Suryaali dengan mas kawin yang telah disebutkan diatas, tunai”
“Sah.. sah..sah” kata para saksi dan hadirin.
Satu momen sakral pernikahan putriku baru saja usai. Dan kini putri kecilku sudah memiliki imam sendiri. Terbesit perasaan sedih karena aku akan kehilangan satu-satunya harta yang paling berharga dalam hidup, anakku, Sita.
Semenjak Ibu Sita meninggal, akulah yang menjadi ayah sekaligus Ibunya. Untunglah Ibu Sita meninggal ketika Sita sudah agak besar. Jadi tanpa campur tangan pembantu aku bisa membesarkannya seorang diri hingga kini, 23 tahun.
Aku sengaja tak mencari Ibu baru baginya, karena aku tau pasti dia akan sedih sekali karena orang terdekatnya akan digantikan. Tapi suatu ketika dia berkata padaku, “ Papa, aku kasihan melihat papa yang terus menerus mengurusku seorang diri. Aku ingin sekarang papa merasakan ada yang mengurus diri papa.  Aku akan sangat mendukung bila papa ingin mencari mama baru, pengganti mama.” Aku terharu mendengarnya namun aku segera tersadar ketika dia selesai mengucapkan kata pengganti mama. Dari pengucapannya terlihat sekali kalau dia merasa berat akan hal itu. Maka segera saja aku menjawab, “Ananda lihat sendiri papa sibuk mengurus kerjaan juga mengurus rumah. Maka dari itu, bantulah papa untuk memikul semua ini. Tak perlu yang susah, cukup menuruti semua perintah papa. Karena satu keinginan papa yang tak lain dan tak bukan adalah ingin melihat Ananda hidup bahagia tanpa kekurangan satu apapun.” Semenjak aku mengatakan hal itu. Ia sama sekali tak menyinggung soal mama baru lagi. Mungkin dia sudah cukup mengerti dengan penjelasanku saat itu.
Alhamdulillah Allah menganugerahkan anak yang penurut dan tak macam-macam. Dan betapa bahagianya menjadi orangtua dari anak yang berprestasi bagus di lingkungan pendidikannya. Sita, gadis kecilku telah berkali-kali membuatku bangga akan sikap, tingkah, dan prestasinya. Sekali lagi terima kasih Rabbi. Dan puncaknya ketika Ia dinobatkan sebagai seorang Dokter Muda Teladan oleh kampusnya. “Papa, aku lulus ujian skripsi dan tak lama lagi aku akan menjadi dokter seperti almarhumah Mama”
Aku rasa kebahagiaanku sudah cukup lengkap dengan hadirnya menantu yang juga berprofesi sebagai dokter, Wawan. Aku merasa lega dan ikhlas sekali.
“Semoga keluarga ananda menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah”

***
Aku temukan buku harian papa ketika usia pernikahanku menginjak 3 tahun. Papa terima kasih untuk pengorbananmu, tapi Sita minta maaf karena pesan terakhir papa tak bisa Sita laksanakan. Karena nasib Sita sama dengan papa, ditinggal oleh orang yang kita sayangi karena sebuah kecelakaan. Semoga almarhum papa dan mas Wawan mendapat tempat yang indah disisiNYA. Amin

Read More

Anakku.. (Ayah)

Tema            : Anakku.. (Ayah)

Semarang, Februari 2008
                   Hari ini adalah hari bersejarah bagi keluargaku. Karena anakku, Sita akan melangsungkan akad nikah dengan mantan pacarnya, Wawan. Sungguh senang luar biasa karena di usia ku yang lebih dari setengah abad ini, Allah masih memberiku kesempatan untuk menjadi wali nikah putri semata wayangku.
“Rachmawan Andhika bin Bambang Adiputra anda saya nikahkan dengan putri saya Alifa Sita binti M. Suryaali dengan mas kawin uang tunai senilai Satu juta rupiah dan Cincin emas seberat 60gram, tunai”
“Saya terima nikahnya Alifa Sita binti M. Suryaali dengan mas kawin yang telah disebutkan diatas, tunai”
“Sah.. sah..sah” kata para saksi dan hadirin.
Satu momen sakral pernikahan putriku baru saja usai. Dan kini putri kecilku sudah memiliki imam sendiri. Terbesit perasaan sedih karena aku akan kehilangan satu-satunya harta yang paling berharga dalam hidup, anakku, Sita.
Semenjak Ibu Sita meninggal, akulah yang menjadi ayah sekaligus Ibunya. Untunglah Ibu Sita meninggal ketika Sita sudah agak besar. Jadi tanpa campur tangan pembantu aku bisa membesarkannya seorang diri hingga kini, 23 tahun.
Aku sengaja tak mencari Ibu baru baginya, karena aku tau pasti dia akan sedih sekali karena orang terdekatnya akan digantikan. Tapi suatu ketika dia berkata padaku, “ Papa, aku kasihan melihat papa yang terus menerus mengurusku seorang diri. Aku ingin sekarang papa merasakan ada yang mengurus diri papa.  Aku akan sangat mendukung bila papa ingin mencari mama baru, pengganti mama.” Aku terharu mendengarnya namun aku segera tersadar ketika dia selesai mengucapkan kata pengganti mama. Dari pengucapannya terlihat sekali kalau dia merasa berat akan hal itu. Maka segera saja aku menjawab, “Ananda lihat sendiri papa sibuk mengurus kerjaan juga mengurus rumah. Maka dari itu, bantulah papa untuk memikul semua ini. Tak perlu yang susah, cukup menuruti semua perintah papa. Karena satu keinginan papa yang tak lain dan tak bukan adalah ingin melihat Ananda hidup bahagia tanpa kekurangan satu apapun.” Semenjak aku mengatakan hal itu. Ia sama sekali tak menyinggung soal mama baru lagi. Mungkin dia sudah cukup mengerti dengan penjelasanku saat itu.
Alhamdulillah Allah menganugerahkan anak yang penurut dan tak macam-macam. Dan betapa bahagianya menjadi orangtua dari anak yang berprestasi bagus di lingkungan pendidikannya. Sita, gadis kecilku telah berkali-kali membuatku bangga akan sikap, tingkah, dan prestasinya. Sekali lagi terima kasih Rabbi. Dan puncaknya ketika Ia dinobatkan sebagai seorang Dokter Muda Teladan oleh kampusnya. “Papa, aku lulus ujian skripsi dan tak lama lagi aku akan menjadi dokter seperti almarhumah Mama”
Aku rasa kebahagiaanku sudah cukup lengkap dengan hadirnya menantu yang juga berprofesi sebagai dokter, Wawan. Aku merasa lega dan ikhlas sekali.
“Semoga keluarga ananda menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah”

***
Aku temukan buku harian papa ketika usia pernikahanku menginjak 3 tahun. Papa terima kasih untuk pengorbananmu, tapi Sita minta maaf karena pesan terakhir papa tak bisa Sita laksanakan. Karena nasib Sita sama dengan papa, ditinggal oleh orang yang kita sayangi karena sebuah kecelakaan. Semoga almarhum papa dan mas Wawan mendapat tempat yang indah disisiNYA. Amin