Posted on 00.35

M.U.D (Special for JS)


MISS YOU DEWA!



Dewa..bukalah kedua matamu....
Pandanglah ruang di hatiku...
Dewa..berikan nafasmu untukku...
Agar kuhirup bersamamu..
“OH, Dewa kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?”
Hari ini begitu mengecewakan. Padahal aku pikir sikapnya yang ramah pagi ini karena dia sudah mulai menganggap kehadiranku. Nyatanya? Ada udang dibalik batu. Aku nggak sadar kalau hari ini ada ulangan biologi dan si Dewa pasti nggak belajar. Guess what? si Dewa minta contekan ke aku. Bimbang. Itulah yang aku rasakan hari ini. Separuh hati merasa senang karena terlihat bak dewi penolong “saat ujian” di matanya. Tapi separuhnya lagi kecewa, karena melihat sikapnya seperti itu. Seperti air susu di balas dengan air tuba.

***

“Pagi Nindy..” sapaan lembut itu mengagetkan aku yang sedang serius membuat rangkuman pelajaran. Aku menoleh dan mendapati sosok laki-laki yang sudah lama mengisi hatiku berada disampingku.
“Kok diam aja?” sapanya lagi.
“Dewa, ada apa?” jawabku sambil tersipu malu.
“Nyapa aja, masa sesama temen gak saling menyapa?” tanyanya masih dengan suaranya yang lembut.
“Oh. Pagi juga, Dew..” balasku menyapa.
“Kenapa kamu, mukanya kok merah gitu? Oya, kamu udah belajar Bio?” belum sempat aku menjawab, “Nanti bantu aku ya. Hafalannya susah-susah sih,”
Aku membalasnya dengan anggukan kecil lalu dia pun pergi meninggalkanku yang sedang duduk seorang diri. Untungnya Agnes, deskmate-ku segera datang menghampiriku dan menyapaku.
“Ndut, tumben dateng pagi?” Ndut adalah panggilan kesayanganku dikelas. Agnes mudah membaca mood seseorang. Mungkin dia tau kalau pagi ini aku lagi happy mood makanya dia langsung tanya,
“Hayo, lagi seneng ya? Eh kenapa-kenapa? Ceritain dong?” tanyanya dengan nada yang cepat, khas seorang Agnes. Aku pun menceritakan semuanya. Seperti biasa Agnes pasti langsung ogah-ogahan mendengar aku bercerita tentang pangeranku itu.
“Yaelah Ndut gitu aja seneng minta ampun,” ah dasar sahabatku satu ini gak pernah merasakan jatuh cinta kali ya? Kalau pernah, seharusnya dia tau apa yang dirasakan seseorang ketika pujaannya menyapa seperti itu.

***

Kebahagianku sirna beberapa jam kemudian. Awalnya pangeranku Rian begitu care terhadapku sampai ketika bel pulang sekolah berbunyi pertanda waktu ujian Bio sudah berakhir. Aku melihatnya langsung keluar kelas begitu usai membaca doa pulang. Sambil berkemas aku berbincang sebentar dengan deskmate­-ku setelahnya baru aku pulang. Di koridor sekolah aku berpapasan dengannya. Betapa kagetnya aku, dia tidak menyapaku bahkan senyumnya sama sekali tak nampak. Seperti bukan Dewa tadi pagi. Malah, dengan asyiknya dia menggoyang-goyangkan kepala mengikuti musik yang mengalun dari headseat-nya padahal jelas-jelas kami bertatap muka. Lebih parah lagi sapaanku,
“Dew..” tak digubris sama sekali. Ya Tuhan kenapa selalu seperti ini?

***

Aku mengenal Dewa sejak 4 tahun lalu. Kebetulan dulu kami juga satu SMP. Dan selama itu pula aku mencintainya. Entah dia sadar atau tidak. Yang jelas berita tentang aku mencintainya itu sudah sampai ke telinga teman-teman sekelasku, sekaligus teman sekelas Dewa. Aku Cuma berani memendam perasaan ini dalam hati karena aku tau aku bukanlah kriteria pacarnya bahkan mungkin saja temannya. Buktinya, kami jarang sekali terlibat pembicaraan seru. Mungkin sekali dua kali kami saling bicara, itupun seperti sesuatu yang nggak penting. Seperti tadi pagi. Aku minder berada disampingnya. Rasa minderku lah yang mengalahkan keinginanku untuk berada disampingnya, walau hanya untuk berteman dengannya.
Dewa, sosok cowok idaman di sekolahku. Dengan statusnya sebagai gitaris band didukung dengan wajahnya yang tampan, good looking, cewek mana yang nggak klepek-klepek coba? Kakak kelasku saja banyak yang naksir berat padanya. Sampai suatu hari dia berpacaran dengan salah seorang kakak kelas itu. Ya Allah, hatiku hancur mengetahui hal itu! Kesal! Aku mencoba berlapang dada, karena aku nggak mungkin bisa membencinya. Setelah ku pikir, ada benarnya juga yang dikatakan oleh teman-teman terdekatku bahwa Dewa mendekatiku saat ada maunya saja. Hal itu sudah terbukti sering kali. Seperti saat Ujian Akhir Nasional SMP tahun lalu, yang dengan mudahnya aku memberikan lembar jawabanku padanya hingga mengantarkannya menjadi 3 besar peraih nilai UAN tertinggi di sekolah, hanya saat ujian saja dia begitu care padaku. Tapi setelahnya bisa ditebak, Dewa menghiraukanku.
Itulah cinta, Itulah caraku mencintaimu, Dewa. Aku mencintaimu dulu hingga saat ini. Sampai waktu yang tidak ditentukan, kau tetap dihatiku, Dewa.
Read More

M.U.D (Special for JS)


MISS YOU DEWA!



Dewa..bukalah kedua matamu....
Pandanglah ruang di hatiku...
Dewa..berikan nafasmu untukku...
Agar kuhirup bersamamu..
“OH, Dewa kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?”
Hari ini begitu mengecewakan. Padahal aku pikir sikapnya yang ramah pagi ini karena dia sudah mulai menganggap kehadiranku. Nyatanya? Ada udang dibalik batu. Aku nggak sadar kalau hari ini ada ulangan biologi dan si Dewa pasti nggak belajar. Guess what? si Dewa minta contekan ke aku. Bimbang. Itulah yang aku rasakan hari ini. Separuh hati merasa senang karena terlihat bak dewi penolong “saat ujian” di matanya. Tapi separuhnya lagi kecewa, karena melihat sikapnya seperti itu. Seperti air susu di balas dengan air tuba.

***

“Pagi Nindy..” sapaan lembut itu mengagetkan aku yang sedang serius membuat rangkuman pelajaran. Aku menoleh dan mendapati sosok laki-laki yang sudah lama mengisi hatiku berada disampingku.
“Kok diam aja?” sapanya lagi.
“Dewa, ada apa?” jawabku sambil tersipu malu.
“Nyapa aja, masa sesama temen gak saling menyapa?” tanyanya masih dengan suaranya yang lembut.
“Oh. Pagi juga, Dew..” balasku menyapa.
“Kenapa kamu, mukanya kok merah gitu? Oya, kamu udah belajar Bio?” belum sempat aku menjawab, “Nanti bantu aku ya. Hafalannya susah-susah sih,”
Aku membalasnya dengan anggukan kecil lalu dia pun pergi meninggalkanku yang sedang duduk seorang diri. Untungnya Agnes, deskmate-ku segera datang menghampiriku dan menyapaku.
“Ndut, tumben dateng pagi?” Ndut adalah panggilan kesayanganku dikelas. Agnes mudah membaca mood seseorang. Mungkin dia tau kalau pagi ini aku lagi happy mood makanya dia langsung tanya,
“Hayo, lagi seneng ya? Eh kenapa-kenapa? Ceritain dong?” tanyanya dengan nada yang cepat, khas seorang Agnes. Aku pun menceritakan semuanya. Seperti biasa Agnes pasti langsung ogah-ogahan mendengar aku bercerita tentang pangeranku itu.
“Yaelah Ndut gitu aja seneng minta ampun,” ah dasar sahabatku satu ini gak pernah merasakan jatuh cinta kali ya? Kalau pernah, seharusnya dia tau apa yang dirasakan seseorang ketika pujaannya menyapa seperti itu.

***

Kebahagianku sirna beberapa jam kemudian. Awalnya pangeranku Rian begitu care terhadapku sampai ketika bel pulang sekolah berbunyi pertanda waktu ujian Bio sudah berakhir. Aku melihatnya langsung keluar kelas begitu usai membaca doa pulang. Sambil berkemas aku berbincang sebentar dengan deskmate­-ku setelahnya baru aku pulang. Di koridor sekolah aku berpapasan dengannya. Betapa kagetnya aku, dia tidak menyapaku bahkan senyumnya sama sekali tak nampak. Seperti bukan Dewa tadi pagi. Malah, dengan asyiknya dia menggoyang-goyangkan kepala mengikuti musik yang mengalun dari headseat-nya padahal jelas-jelas kami bertatap muka. Lebih parah lagi sapaanku,
“Dew..” tak digubris sama sekali. Ya Tuhan kenapa selalu seperti ini?

***

Aku mengenal Dewa sejak 4 tahun lalu. Kebetulan dulu kami juga satu SMP. Dan selama itu pula aku mencintainya. Entah dia sadar atau tidak. Yang jelas berita tentang aku mencintainya itu sudah sampai ke telinga teman-teman sekelasku, sekaligus teman sekelas Dewa. Aku Cuma berani memendam perasaan ini dalam hati karena aku tau aku bukanlah kriteria pacarnya bahkan mungkin saja temannya. Buktinya, kami jarang sekali terlibat pembicaraan seru. Mungkin sekali dua kali kami saling bicara, itupun seperti sesuatu yang nggak penting. Seperti tadi pagi. Aku minder berada disampingnya. Rasa minderku lah yang mengalahkan keinginanku untuk berada disampingnya, walau hanya untuk berteman dengannya.
Dewa, sosok cowok idaman di sekolahku. Dengan statusnya sebagai gitaris band didukung dengan wajahnya yang tampan, good looking, cewek mana yang nggak klepek-klepek coba? Kakak kelasku saja banyak yang naksir berat padanya. Sampai suatu hari dia berpacaran dengan salah seorang kakak kelas itu. Ya Allah, hatiku hancur mengetahui hal itu! Kesal! Aku mencoba berlapang dada, karena aku nggak mungkin bisa membencinya. Setelah ku pikir, ada benarnya juga yang dikatakan oleh teman-teman terdekatku bahwa Dewa mendekatiku saat ada maunya saja. Hal itu sudah terbukti sering kali. Seperti saat Ujian Akhir Nasional SMP tahun lalu, yang dengan mudahnya aku memberikan lembar jawabanku padanya hingga mengantarkannya menjadi 3 besar peraih nilai UAN tertinggi di sekolah, hanya saat ujian saja dia begitu care padaku. Tapi setelahnya bisa ditebak, Dewa menghiraukanku.
Itulah cinta, Itulah caraku mencintaimu, Dewa. Aku mencintaimu dulu hingga saat ini. Sampai waktu yang tidak ditentukan, kau tetap dihatiku, Dewa.